Saat ini kami berencana untuk membangun gedung asrama putra dan putri santri Al-Ma'ruf

Bagi anda yang ingin menyalurkan bantuannya silahkan hubungi kami di 085-220-051-378 (Bpk. Herdi)..

Saat ini kami berencana untuk membangun gedung asrama putra dan putri santri Al-Ma'ruf

Bagi anda yang ingin menyalurkan bantuannya silahkan hubungi kami di 085-220-051-378 (Bpk. Herdi)..

Saat ini kami berencana untuk membangun gedung asrama putra dan putri santri Al-Ma'ruf

Bagi anda yang ingin menyalurkan bantuannya silahkan hubungi kami di 085-220-051-378 (Bpk. Herdi)..

Saat ini kami berencana untuk membangun gedung asrama putra dan putri santri Al-Ma'ruf

Bagi anda yang ingin menyalurkan bantuannya silahkan hubungi kami di 085-220-051-378 (Bpk. Herdi)..

Saat ini kami berencana untuk membangun gedung asrama putra dan putri santri Al-Ma'ruf

Bagi anda yang ingin menyalurkan bantuannya silahkan hubungi kami di 085-220-051-378 (Bpk. Herdi).

31 Desember 2011

Tahun Baru Masehi: Sejarah Kelam Penghapusan Jejak Islam

Dalam beberapa hari ke depan, tahun 2011 akan segera berganti, dan tahun 2012 akan menjelang. Ini tahun baru Masehi,  Bagi kita orang Islam, ada apa dengan tahun baru Masehi?

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus. 

Perayaan Tahun Baru
Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.

Perayaan Tahun Baru Zaman Dulu
Seperti kita ketahu, tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka—yang tentu saja sangat bertentangan dengan Islam. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year's Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan "Selamat Tahun Baru" dan menyanyikan Auld Lang Syne.Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama saja!
Bagi kita, orang Islam, merayakan tahun baru Masehi, tentu saja akan semakin ikut andil dalam menghapus jejak-jejak sejarah Islam yang hebat. Sementara beberapa pekan yang lalu, kita semua sudah melewati tahun baru Muharram, dengan sepi tanpa gemuruh apapun. (Sumber :www.eramuslim.com)



30 Desember 2011

Sejarah Perayaan Tahun Baru Berbagai Bangsa dan Umat di Dunia

Perayaan Tahun baru adalah suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Bangsa-bangsa atau umat yang mempunyai kalender tahunan biasanya mempunyai perayaan tahun baru. Tapi apakah semua umat merayakan tahun barunya? Nah, untuk menjawab pertanyaan itu, kami berusaha menelusuri kembali sejarah perayaan tahun baru berbagai bangsa dan umat di dunia serta hukum merayakannya bagi kaum muslimin.
Perayaan Tahun Baru Umat Yahudi
Agama dan Umat Yahudi merayakan Tahun Baru mereka tidak pada hari ke-1 bulan ke-1 Kalender Ibrani (bulan Nisan), tetapi pada hari ke-1 bulan ke-7 Kalendar Ibrani (bulan Tishrei). Umat Yahudi menyebut Perayaan Tahun Baru mereka dengan nama Rosh Hashanah, yang berarti “Kepala Tahun”.
Rosh Hashanah ini digunakan umat Yahudi untuk memperingati penciptaan dunia seperti yang ditulis dalam kitab mereka. Mereka merayakannya dengan cara berdoa di sinagog, mendengar bunyi shofar (tanduk). Menyediakan makanan pesta berupa roti challah yang bundar dan apel yang dicelupkan ke dalam madu, juga kepala ikan dan buah delima. Buah-buahan baru disajikan pada malam kedua. Pada Perayaan Tahun Baru ini mereka beristirahat dari aktivitas kerja.
Jika memakai kalender Gregorian (Kalender Masehi), Tahun Baru Yahudi ini dirayakan pada bulan September. Misalnya tahun 2008 M Rosh Hashanah jatuh pada 29 September 2008. Tanggal itu ekivalen dengan tanggal 1 Tishrei 5769 AM (Anno Mundi). Anno Mundi adalah bahasa latin yang artinya “dalam hitungan tahun dunia”, disingkat A.M. karena orang Yahudi menganggap kalender mereka dimulai dari tanggal kelahiran Adam. Menurut perhitungan Kalender Ibrani, tanggal 1 bulan Tishrei tahun ke-1 AM adalah ekivalen dengan hari Senin, tanggal 7 Oktober tahun  3761 BCE dalam Kalender Julian (Kalender Romawi Kuno).
Ketika Panglima Pompey dari Kekaisaran Romawi Kuno menguasai Yerusalem pada tahun 63 SM, orang-orang Yahudi mulai mengikuti Kalender Tradisional Romawi (Kalender Bangsa Romawi yang menjajahnya). Dan setelah berdiri negara Israel pada tahun 1948 M, mulai tahun 1950an M Kalender Ibrani menurun penggunaannya dalam kehidupan bangsa Yahudi sekuler. Mereka lebih menyukai Kalender Gregorian untuk kehidupan pribadi dan kehidupan publik mereka. Dan sejak tahun 1980an, bangsa Yahudi sekuler justru mengadopsi kebiasaan Perayaan Tahun Baru Gregorian (Tahun Baru Masehi) yang biasanya dikenal dengan sebutan ”Sylvester Night” dengan berpesta pada malam 31 Desember hingga 1 Januari.
PERAYAAN TAHUN BARU BANGSA Cina
Bangsa Cina merayakan tahun baru mereka pada malam bulan baru pada musim dingin (antara akhir Januari hingga awal Februari) atau jika memakai kalender Gregorian tahun baru ini terletak antara 21 Januari hingga 20 Februari. Mereka menyebutnya dengan nama Imlek.
Perayaan ini dimulai di hari ke-1 bulan pertama (zh?ng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama). Malam Tahun Baru Imlek dikenal sebagai Chúx? yang berarti “malam pergantian tahun”.
Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Cina sangat beragam. Namun secara umum berisi perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Lampion merah digantung selama perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan. Selama perayaan tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat: “G?ngx? f?cái” yang artinya “selamat dan semoga banyak rejeki”.
Tahun Baru Imlek dirayakan oleh orang Tionghoa di Daratan Tiongkok, Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, Jepang (sebelum 1873), Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan tempat-tempat lain.
PERAYAAN TAHUN BARU BANGSA Persia
Orang Persia menamakan perayaan tahun baru mereka dengan nama Norouz. Norouz adalah perayaan (hari pertama) musim semi dan awal Kalender Persia. Orang Persia punya Kalender Persia yang didasarkan dari musim dan pergerakan matahari. Kata ”norouz” berasal dari bahasa Avesta yang berarti “hari baru”. Oleh bangsa Persia, hari ini dirayakan pada tanggal 21 Maret jika memakai Kalender Gregorian..
Sejak Kekaisaran Dinasti Arsacid/ Parthian, yang memerintah Iran pada 248 SM-224 M, Norouz dijadikan hari libur. Mereka merayakannya dengan mempersembahkan hadiah telur sebagai lambang produktivitas.
Perayaan ini dilakukan oleh orang-orang yang terpengaruh Zoroastirianisme yang tersebar di Iran, Iraq, Afganistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan, Kurdistan, Pakistan, Kashmir, beberapa tempat di India, Syria, Kurdi, Turki, Armenia, Caucasus, Crimea, Georgia, Azerbaijan, Macedonia, Bosnia, Kosovo, dan  Albania.
PERAYAAN TAHUN BARU BANGSA Romawi KUNO
Sejak Abad ke-7 SM bangsa romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali revisi. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian . Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli). Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru. Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan consul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur dan semua Senat dapat berkumpul untuk memilih Konsul. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
PERAYAAN TAHUN BARU UMAT Kristen
 
Sejak Konstantinus yang Agung menduduki tahta Kaisar Romawi tahun 312 M, Kristen menjadi agama yang legal di Kekaisaran Romawi Kuno. Bahkan tanggal 27 Februari 380 M Kaisar Theodosius mengeluarkan sebuah maklumat, De Fide Catolica, di Tesalonika, yang dipublikasikan di Konstantinopel, yang menyatakan bahwa Kristen sebagai agama negara Kekaisaran Romawi Kuno. Di Abad-abab Pertengahan (middle ages), abad ke-5 hingga abad ke-15 M, Kristen memegang peranan dominan di Kekaisaran Romawi hingga ke negara-negara Eropa lainnya.
Berdasarkan keputusan Konsili Tours tahun 567 umat Kristen ikut merayakan Tahun Baru dan mereka mengadakan puasa khusus serta ekaristi. Kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, yakni hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru.
Umat Kristen menggunakan Kalender yang dinamakan Kalender Masehi. Mereka menggunakan penghitungan tahun dan bulan Kalender Julian, namun menetapkan tahun kelahiran Yesus atau Isa sebagai tahun permulaan (tahun 1 Masehi), walaupun sejarah menempatkan kelahiran Yesus pada waktu antara tahun 6 dan 4 SM.
Setelah meninggalkan Abad-abad Pertengahan, pada tahun 1582 M Kalender Julian diganti dengan Kalender Gregorian. Dinamakan Gregorian karena Dekrit rekomendasinya dikeluarkan oleh Paus Gregorius XIII. Dekrit ini  disahkan pada tanggal 24 Februari 1582 M. Isinya antara lain tentang koreksi daur tahun kabisat dan pengurangan 10 hari dari kalender Julian. Sehingga setelah tanggal 4 Oktober 1582 Kalender Julian, esoknya adalah tanggal 15 Oktober 1582 Kalender Gregorian. Tanggal 5 hingga 14 Oktober 1582 tidak pernah ada dalam sejarah Kalender Gregorian. Sejak saat itu, titik balik surya bisa kembali ditandai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun, dan tabel bulan purnama yang baru disahkan untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia.
Pada mulanya kaum protestant tidak menyetujui reformasi Gregorian ini. Baru pada abad berikutnya kalender itu diikuti. Dalam tubuh Katolik sendiri, kalangan gereja ortodox juga bersikeras untuk tetap mengikuti Kalender Julian sehingga perayaan Natal dan Tahun Baru mereka berbeda dengan gereja Katolik Roma.
Pada tahun 1582 M Paus Gregorius XIII juga mengubah Perayaan Tahun Baru Umat Kristen dari tanggal 25 Maret menjadi 1 Januari. Hingga kini, Umat Kristen di seluruh dunia merayakan Tahun Baru mereka pada tanggal 1 Januari.
PERAYAAN TAHUN BARU UMAT Islam
Tidak seperti bangsa dan umat terdahulu, Islam tidak merayakan tahun baru. Rasulullah Muhammad saw bahkan melarang meniru (tasyabbuh) budaya bangsa dan umat sebelum datangnya Islam seperti Umat Yahudi, Bangsa Romawi, Bangsa Persia, dan Umat Nasrani yang merayakan Tahun Baru mereka. Rasulullah saw bersabda:
Man tasyabbaHa bi qaumin faHuwa minHum.
Artinya: Siapa saja yang menyerupai suatu kaum/ bangsa maka dia termasuk salah seorang dari mereka. (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Dan khusus tentang hari raya, Rasulullah saw membatasi hari raya umat Islam hanya pada Idul Adhha dan Idul Fithri, lain itu tidak. Rasulullah saw bersabda:
Kullu ummatin iidan. Wa haadzihi iidunaa: iidul adhhaa dan iidul fithri
Artinya: Setiap ummat punya hari raya. Dan inilah hari raya kita: Idul Adhha dan Idul Fithri.
Ketika Rasulullah saw masih hidup (570 – 632 M), Umat Islam menggunakan sistem penanggalan Arab pra-Islam. Sistem kalender ini berbasis campuran antara bulan (qomariyah) dan matahari (syamsiyah).
Setelah Khilafah Islam berhasil menaklukkan Kekaisaran Persia untuk selamanya dan membebaskan Wilayah Syam dari Kekaisaran Romawi Timur, pada tahun 17 H atau ekivalen dengan 638 M, di masa pemerintahan Amirul Mu`minin ‘Umar bin Khaththab diresmikanlah penggunaan Kalender Hijriyah. Dinamakan Kalender Hijriyah karena ‘Umar menetapkan awal patokan penanggalan Islam ini adalah tahun hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 M. Hijrahnya Rasulullah saw tersebut adalah pertolongan Allah yang membuat perubahan besar pada perkembangan Islam. Sejak hijrah ke Madinah mulailah terbentuk Negara Islam dan Umat Islam.
Kalender Hijriyah dihitung dengan pergerakan bulan. Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtima’). Setahun terdiri dari 12 bulan: Muharram, Safar, Rabiul awal, Rabiul akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulkaidah, dan Dzulhijjah. Satu minggu terdiri dari 7 hari: al-Ahad, al-Itsnayn, ats-Tsalaatsa’ , al-Arba’aa / ar-Raabi’, al-Kamsatun, al-Jumu’ah (Jumat), dan as-Sabat. Ketika melakukan perjalanan ke Syam, Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab sempat membandingkan kalendar Hijriyah dengan kalendar-kalendar Persia dan Romawi. Umar berkesimpulan bahwa kalendar Hijriyah lebih baik.
Walaupun Kalender Hijriyah telah dipakai resmi di masa pemerintahan Amirul Mu`minin Umar bin Khaththab, namun para sahabat di masa itu tidak berpikir untuk merayakan 1 Muharram (awal tahun Hijriyah) sebagai Perayaan Tahun Baru Islam. Mereka berkonsentrasi penuh untuk mengokohkan penegakkan syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Mereka tidak pernah berpikir untuk mengadakan perayaan yang tidak disyariatkan oleh Islam dan tidak dilakukan oleh Rasululah saw. Yang demikian itu terus berlanjut pada masa kekhilafahan Bani Umayyah dan sebagian besar masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah. Bahkan hingga masa negara Buwaihiyah, negara syi’ah yang memisahkan diri dari daulah Islamiyah Abbasiyah, negara syi’ah ini pun tidak pernah berpikir untuk menambah-nambah perayaan yang tidak diteladankan Rasulullah saw.
Karena memuliakan Islam bukan dengan cara membuat perayaan tahun baru hijriyah, tetapi dengan mengikuti sunnah nabi, berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, dan menjadikannya dasar hukum dan petunjuk untuk menjalani kehidupan.
Sayangnya, pada abad ke-4 H kaum Syiah kelompok al-‘Ubadiyyun dari sekte Ismailiyah yang lebih dikenal dengan kaum Fathimiyun membuat hari raya tahun baru hijriyah. Kelompok ini mendirikan negara di Mesir yang terpisah dari Khilafah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Mereka ingin meniru apa yang ada pada umat Nasrani yang merayakan tahun baru mereka. Maka benarlah sabda Rasulullah saw
‘An Abiy Sa’iid al-Khudriyyi, ‘anin nabiy saw qaala:
Latatba’unna sunana man kaana qablakum syibran bi syibrin wa dzira’an bidzira’in hattaa lau dakhaluu juhra dhabbin tabi’tumuuHum
Qulnaa: Yaa rasuulallaahi al-Yahuudu wan Nashaaraa
Qaala: faman.
Artinya:
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, dari Nabi saw beliau bersabda, “Sesungguhnya kamu akan mengikuti perjalanan orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta; bahkan kalau mereka masuk lobang biawak, niscaya kamu mengikuti mereka.”
Kami berkata, “Ya Rasulullah! Orang Yahudi dan Nasrani?”
Jawab Nabi, ”Siapa lagi?” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain:
’An abiy Hurairata radhiyallaaHu ’anHu ’anin nabiy saw qaala:
Laa taquumus saa’atu hattaa ta`khudza ummatii bi`akhdzil quruuni qablaHaa syibran bisyibrin wa dziraa’an bidziraa’in
Faqiila:  Yaa rasuulallaaHi kafaarisa warruum
Faqaala: wa maninaasu illaa ulaaaa`ika
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw beliau bersabda:
”Belum akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.”
Ada orang bertanya, ”Ya Rasulullah! Mengikuti orang Persia dan Romawi?”
Jawab beliau: ”Siapa lagi orangnya selain ini?” (HR. Bukhari)
Sejak saat itu Tahun baru Hijriyah dalam kalender Hijriyah dirayakan setiap tanggal 1 Muharam. Termasuk umat Islam di Indonesia yang mengklaim dirinya sebagai Sunni, juga ikut-ikutan merayakan Tahun Baru Hijriyah yang direkayasa oleh kaum Syiah Ismailiyah yang telah murtad itu. Adapun pemerintah yang berkuasa di Indonesia lebih parah lagi, ikut merayakan Tahun Baru Masehi tanggal 1 Januari karena mengadopsi kalender Gregorian. Dan ternyata tidak hanya perayaan tahun baru yang ditiru dari bangsa dan umat selain Islam, tetapi juga dalam keyakinan, perilaku, budaya, sistem hukum dan pemerintahannya pun meniru bangsa dan umat selain Islam.
PERAYAAN TAHUN BARU KAUM SEKULER
Mengikuti budaya Romawi dan Kristen, di Era Sekuler Negara-negara Barat merayakan Tahun Baru tanggal 1 Januari. Tahun 1752 Inggris dan koloni-koloninya di Amerika Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan kalender Gregorian.
Di Inggris, Untuk merayakan Tahun Baru para suami memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros sederhana (pin). Banyak orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.
Di Amerika serikat, Tahun Baru dijadikan sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Amerika. Perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember. Orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, dimana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan, orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne. Esok harinya, tanggal 1 Januari, orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi yang berisi Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba-lomba futbol Amerika dilangsungkan di berbagai kota di Amerika.
Ya Allah semoga penyampaian sejarah ini bisa membuka mata dan hati kami semua. Amin.
Sumber Bacaan:
  1. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Michael H. Hart. Karisma Publishing Group
  2. Umar bin Khaththab. Muhammad Husain Haekal. Litera Antar Nusa.
  3. Engkaulah Rasul Panutan Kami. Abdurrahman al-Baghdadiy. Al-Azhar Press.
  4. www.wikipedia.org
  5. Situs Pusat Informasi Kedutaan Amerika
  6. Kamus Sejarah Gereja. F.D. Wellem. BPK Gunung Mulia
* Penulis Naskah VCD Sejarah Kapitalisme, The Satanic Ideology dan VCD Sejarah Daulah Khilafah Islamiyah.

26 Desember 2011

Menyelamatkan Nilai Ibadah

 Oleh : Duden Rohmat

Ibadah, sebuah kata yang tak asing bagi pendengaran kita yakni sebuah kata yang mengekspresikan ketundukan dan kepatuhan pada sang pencipta. Tidak ada satupun agama di dunia ini, baik agama samawi (agama berdasarkan wahyu) ataupun agama ardhi (agama hasil budaya) yang tidak terlepas dari ritual peribadahan karena semua agama meyakini adanya sesuatu yang maha dalam segala perkara.
    Islam sebagai agama wahyu yang merupakan agama pelengkap dari ajaran agama sebelumnya sekaligus sebagai  agama pamungkas yang dibawa oleh nabi terakhir Muhammad saw, mengajarkan dan membimbing manusia dalam praktek peribadahan kepada sang Khalik melalui petunujuk  al-Quran dan bimbingan Rasulullah yang terwujud dalam sunnahnya. Ibadah yang tanpa dasar petunjuk dan tidak bersesuaian dengan contoh dari Rasul adalah batil (tertolak) bahkan dapat dikatakan bid'ah, sebagaimana sabda nabi :
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ (البخاري)
“barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak termasuk urusan kami (diperintahkan) maka amalnya itu tertolak” (H.R  Al-Bukhari)
    Dengan demikian urusan ibadah itu bukan urusan aqliyyah (akal) ataupun hissiyyah (perasaan) akan tetapi urusannya adalah ada perintah atau contoh dari Rasul. Sehingga ada qaidah ushul mengungkapkan “pokok asal dalam ibadah itu adalah buthlan/mamn'u (batal/terlarang) sehingga ada dalil yang menunjukan perintahnya.”
    Ibadah dalam kategorinya terbagi pada dua bagian, yakni: ibadah mahdhoh dan ibadah ghoir mahdhoh. Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang ketentuannya sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik dari segi waktu, tempat dan kaifiyatnya (tatacaranya) seperti shalat, shaum, zakat dan haji semuanya sudah ditetapkan aturannya oleh Allah dan RasulNya, maka akan sangat beresiko ketika kita melaksanakan ibadah mahdhoh tapi dalam prakteknya tidak bersesuaian dengan yang “dipesan” oleh Allah dan Rasul-Nya baik dari segi waktu, tempat ataupun kaifiyyat pelaksanaannya. Oleh karenanya dalam urusan ibadah mahdhoh ini kita mesti selektif dalam pelaksanaannya dengan cara mengetahui sumber perintahnya dan memahami isyarat-isyarat yang diungkapkan oleh Rasulullah dalam sunnahnya. Sebagai contoh ketika kita hendak melaksanakan shalat maka pelaksanaannya itu harus sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasul, sabdanya:
صلوا كما رأيتموني اصلى ( رواه البخاري)  
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat (H.R al-Bukhari)

    Semtara ibadah dalam kategori kedua yakni ibadah ghoir mahdhoh yaitu suatu ibadah yang tidak terikat waktu, tempat juga kaifiyyatnya  dalam pelaksanannya akan tetapi tetap ada dasar perintahnya, dalam ibadah ini kita diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengekspresikan bentuk atau wujud dari ibadah tersebut seperti halnya perintah berbuat kebajikan, menyantuni anak yatim, fakir miskin, shodaqoh, berbuat baik pada kedua orang tua dan sebagainya.
    Dengan demikian maka dalam beribadah itu haruslah berdasarkan ilmu sebagai pijakan dasarnya sehingga ibadah yang kita laksanakan tepat pada waktunya, tempatnya dan kaifiyatnya dalam kaitannya dengan ibadah mahdhah, juga sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Maka akurasi praktek dalam ibadah itu menjadi sesuatu yang mutlak dengan yang dicontohkan oleh rasulullah , paling tidak kita mampu mendekati apa yang dicotohkan kalau dikatakan sulit untuk sama persis dengan prakteknya rasul. Apabila ibadah yang kita laksanakan mampu mendekati ke arah sana dengan bekal ilmu yang kita miliki, maka keadaan yang sudah pasti ibadah yang kita laksanakan harus menumbuhkan nilai tepat guna/Atsar (meninggalkan bekas). Atsar yang pertama berupa hubungan vertikal secara individu yakni penilaiaan dari Allah sebagai Khaliq yang patut dan hanya satu-satunya yang wajib disembah, berupa penganugrahan gelar muttaqien dan pemberian reward (pahala) berupa rahmat yang terwujud dalam bentuk syurga, sebagaimana firman-Nya dalam surat Luqman ayat: 8 :
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيم
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka syurga-syurga yang penuh kenikmatan” Atsar yang kedua berupa hubungan horizontal secara sosial-interaksi dengan masyarakat umat manusia yang tergambar dalam wujud solidaritas atau kepedulian terhadap sesama makhluq, sehingga Allah swt memberikan penekanan yang sangat keras bagi orang-orang yang mengaku beragama tetapi tidak respek terhadap kondisi sosial, dalam surat al-Ma’un diungkapkan :
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)
1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. orang-orang yang berbuat riya,
7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

    Kesimpulan, ibadah yang biasa kita laksanakan hendaknya kita perhatikan terlebih dahulu dalil-dalil yang melandasinya sehingga dapat sesuai dengan aturan al-Quran dan as-Sunnah dan mampu memberikan nilai terhadap dampak kehidupan secara pribadi juga kehidupan secara sosial.  Allahu’alm..